Kejernihan yang Welas Asih
Film-film Mahasiswa Filipina Hari Ini
oleh Patrick Campos

Karya-karya pembuat film mahasiswa memberikan andil pada garis berkesinambungan dalam sejarah film Filipina, sembari mereka juga merekam retakan dan percabangan dari lintasan sejarah ini. Jumlah mereka banyak dan ada di mana-mana, dalam bentuk yang berani sepanjang wilayah kepulauan itu, tetapi tetap ada dalam tepian imajinasi massa. Menyadari paradoks ini, seseorang dapat memberikan apresiasi bagaimana film-film seperti ini merupakan benih yang berkembang dan dapat mengubah sinema dalam rentang waktu yang ada.

Meskipun mengalami pandemi, tahun lalu tidak terlalu berbeda kondisinya untuk pembuatan film mahasiswa, tidak menjadikan mereka kurang produktif ataupun membuat mereka kurang berani. Namun, seperti yang disaksikan oleh delapan film dari tahun 2021 dan 2022 dalam progam ini, keteguhan untuk menjadi sinema baru juga menjadi sebuah tantangan penuh harapan untuk membuat perubahan di masyarakat.

Dengan penuh dedikasi dan komitmen yang baik, film-film ini bereksperimen dengan berbagai ragam teknik dokumentasi, animasi, dan narasi serta beralih ke alegori, mitologi, dan ritual untuk menembus kebisingan dari disinformasi dan polarisasi yang fanatik, sehingga bisa mengungkapkan hal-hal yang paling penting.

Imaji bergerak mereka memang menjadi cerminan dari keresahan anak muda Filipina kontemporer. Namun, ini tidak hanya sekadar refleksi; dengan kejernihan yang welas asih dan keberanian yang mampu memperlihatkan kerentanan, mereka mengusulkan untuk menyusun ulang sejarah sebenarnya. Dengan mengungkap dan membentuk kembali imaji yang diterima dari generasi yang lebih tua–buram tapi lebih transparan–mereka merancang kembali dunia realitas mereka.

Walaupun para pembuat film mahasiswa ini perih dan sedih, mereka tidak kenal lelah. Sementara sejarah terdistorsi oleh struktur kekuasaan yang tanpa takut-takut mengeksploitasi sinema, para pembuat film ini memanfaatkan film sebagai mesin artistik dan politik untuk sebuah perubahan, memulihkan waktu yang hilang, menandai waktu yang berlalu, serta menanti hari esok.

Film-film ini tersedia sepanjang 1–3 September 2022 di platform daring Eventive. Klik tombol registrasi di bawah untuk mendaftar, lalu Anda akan mendapatkan email konfirmasi. Ikuti juga sesi diskusinya bersama programmer tamu Patrick Campos dan beberapa pembuat filmnya pada Kamis, 1 September pukul 18.30 WIB via ZOOM. Sesi tersebut akan dimoderatori oleh Gayatri Nadya.


RAMBUTAN
Shayla Perales & Mae Tanagon / 2021 / Animasi Eksperimental / 5:17

Buah-buahan tropis yang cerah menawarkan gambaran yang jelas tentang penyebaran virus, gejala-gejala pembusukan internal yang kemudian berubah menjadi penyakit jika tidak ditangani, bagaimana inokulasi bekerja, dan bagaimana pengobatan mungkin tampak mengancam kesembuhan. Sebuah animasi stop-motion Ketika rambutan menyadari kekuatannya, tarian sang alam, sebuah alegori untuk waktu kita di masa kini.

LUMALABAS (Going Out Inside)
Mico Tagulalac / 2022 / Eksperimental / 6:44

Memotret kecemasan ‘cabin fever’ (kecemasan terlalu lama dalam ruangan tertutup dan tidak pernah keluar) selama isolasi pandemic dan mengekspresikan keinginan bawaan kita terhadap kebebasan, film ini memproyeksikan bayangan yang menjelajahi alam bebas melalu foto-foto saat berada di dalam ruangan. Pada saat mobilitas dan keterbukaan dicitrakan secara negative oleh pemerintah yang tidak berguna, interaksi bayangan dengan layer memicu keraguan internal seseorang tentang realitas eksternal yang dia hadapi. Film ini bereksperimen dengan dua ruang, sekaligus mendokumentasikannya, ruang interior sesesorang dan eksterior sosialnya, untuk menghadirkan perjalanan rekoleksi dan rekoneksi dalam masa-masa sulit.

SI BIBOY KAG ANG SIGBIN SA SIUDAD (Biboy and the Sigbin in the City)
Hannah Britanico / 2022 / Animasi Naratif / 9:14

Dunia Biboy yang polos menjadi terbalik ketika ayahnya menghilang. Menurut ibunya, seekor sigbin–makhluk mitologi seperti kambing penghisap darah–menculik ayahnya, sehingga memaksa putranya yang masih kecil untuk mencarinya. Dalam misi penyelamatannya, ia bertemu dengan anak-anak lain yang anggota keluarganya juga diambil oleh sigbin. Terlepas dari bahaya yang ia temui, bocah itu bertahan sampai dia mengungkap identitas jahat makhluk tersebut sekaligus kengerian selama kepresidenan Duterte yang melanda kota pada malam hari.

RIVER OF TEARS AND RAGE
Maricon Montajes / 2021 / Dokumenter / 26:12

Aktivis Reina Mae Nasino sedang hamil sebulan ketika polisi Manila menangkapnya dengan tuduhan palsu. Dia bertahan di salah satu penjara paling ramai di dunia dan melahirkan Baby River Emmanuel saat dalam tahanan. Dengan pemerintah menolak perawatan bayi dari ibunya, Baby River meninggal pada usia tiga bulan. Film ini mengaktifkan kembali media sosial sebagai gudang dan ekspresi kemarahan dan perlawanan dan pemusnahan dari liputan Facebook Live kolektif film Kodao tentang kebangkitan dan penguburan Baby River. Di tengah pandemi, bayi yang mati menjadi simbol penindasan politik oleh rezim Duterte, yang dikecam di seluruh dunia karena kejahatan hak asasi manusianya.

HINDI KA MALAYA, MAHABA LANG ANG TANIKALA (You’re Not Free, The Chains Are Just Long)
Nic Garon & Lica Oreiro / 2021 / Dokumenter Eksperimental / 3:06

Menghimpun arsip perjalanan dan cuplikan berita yang ditemukan, film dokumenter ini menyandingkan bagaimana orang-orang berprivilese dan orang luar terlihat menjajakan Filipina yang sempurna seperti kartu pos, sementara kelas bawah dan orang-orang dari akar rumput mengalami realitas suram kekerasan sehari-hari. Montase gambar dari periode yang berbeda membangkitkan perasaan terjebak dalam lingkaran setan, negara kemudian menjadi korban itu sendiri atas pengulangan sejarah yang tak ada habisnya, serta keinginan untuk melepaskan diri dari sebuah rantai.

LINGKIS (Coiling)
Yvonne Salazar & Sita Valenzuela / 2021 / Dokumenter Eksperimental / 14:48

Dahulu kala, makhluk serupa ular Bakunawa–pemakan bulan dalam mitologi–yang dalam film melambangkan negara tirani dan politisi haus kekuasaan, meracuni masyarakat Filipina, merusak negara itu dengan pembunuhan yang tidak disengaja dan korupsi yang celaka. Seorang ibu menceritakan bagaimana orang-orang mengambil obor mereka dan memutuskan untuk melawan dan mengusir Bakunawa—tetapi memperingatkan bahwa monster itu dapat kembali dengan samaran yang berbeda. Dalam film dokumenter hibrida ini, kita mengikuti kisah dua aktivis: Tina Montiel, seorang aktivis Darurat Militer yang suaminya berjuang melawan kediktatoran Ferdinand Marcos Sr. dan ditangkap, serta Lean Porquia, seorang aktivis yang ayahnya terbunuh di tangan pemerintahan Duterte.

PANUBADTUBAD (The Sunrise Ritual)
Alexis Noelle Obedencio / 2022 / Dokumenter Animasi / 8:11

Lumad, atau Masyarakat Adat, telah lama menghadapi penindasan oleh kekuatan negara dalam kolusi dengan kapitalis predator, yang menggusur penduduk asli dengan militerisasi wilayah leluhur mereka, menutup sekolah-sekolah yang mengajar mereka–tidak hanya membaca tetapi juga untuk memperjuangkan tanah mereka, merampas sumber daya alam dan suci mereka, serta mengancam untuk memusnahkan mereka. Film ini berpusat pada seorang guru Katolik Manobo dari Surigao del Sur, yang mengingat malam tergelap dalam hidupnya di tangan brutal militer dan mengingat kenangan dan impian terindahnya untuk masa depan sekolah Lumad dan murid-muridnya, berjuang untuk membuat jalan mereka kembali ke rumah.

ANG MGA SISIW SA KAGUBATAN (The Chicks in the Forest)
Vahn Pascual / 2021 / Animasi Naratif / 4:06

Sebuah kisah anak-anak tentang sebuah kota yang dikepung oleh monster lapar yang tidak pernah puas dan seorang gadis kecil yang tidak akan takut lagi. Animasi pendek ini adalah pengingat bahwa ketika kita lupa sebagai anak-anak, kita gagal untuk mengingat sebagai orang dewasa. Namun ketika benih-benih muda pengingat ditanam, mereka dapat mengubah masa depan komunitas mereka.


Tentang Programmer Tamu

Patrick F. Campos adalah seorang akademisi film, programmer, dan associate professor di University of the Philippines Film Institute dan anggota NETPAC yang berasal dari Filipina. Penulis berbagai buku dan esai tentang sinema Filipina dan regional, ia menulis The End of National Cinema: Filipino Film at the Turn of the Century (2016), menulis Scenes Reclaimed (2020) bersama rekannya, dan menjadi editor serta kontributor untuk edisi-edisi khusus “Southeast Asian Horror Cinemas” untuk Plaridel, “The Politics of Religion in Southeast Asian Cinemas” untuk Situations, dan “Contemporary Philippine Cinema” untuk Art Archive.

Bersama dengan para akademisi sinema regional, ia mengorganisir Konferensi Asosiasi Sinema Asia Tenggara dua tahunan yang berkeliling, dimana dia mengkurasi Cinematic Counter-Cartographies. Ia telah membuat program, menjadi juri dan menjabat sebagai anggota panitia seleksi Guanajuato International Film Festival, Singapore International Film Festival, QCinema International Film Festival, Jogja-NETPAC Asian Film Festival, Cinema One Originals, Image Forum, Cinemalaya Independent Film Festival, Asian Film Archive, Minikino, SeaShorts, Cinema Rehiyon,

Saat ini ia menjadi editor Pelikula: A Journal of Philippine Cinema dan melakukan kuratorial TINGIN Southeast Asian Film Festival tahunan di Manila.

www.patrickcampos.com